Pengalaman Berpuasa dengan Kondisi Autisme dan ADHD

Belum lama Ramadhan 1445 H berlalu, bulan yang memiliki banyak keistimewaan bagi umat muslim di seluruh dunia. Pahala dilipat-gandakan, dosa diampuni, dan berbagai keutamaan lainnya yang dapat kita temukan dalam Al-Quran dan hadits Rasul – shallallahu ‘alaihi wa sallam – . Tentu sebagai umat muslim yang insya Allah baik imannya, secara umum kita bersuka cita dengan datangnya bulan ini. Bagi sebagian orang, mungkin ada diantara mereka yang menjalani ibadah bulan Ramadhan dengan tidak mudah. Ada yang diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan sakit, ada pula yang diuji dengan kondisi yang mengharuskan tetap bekerja keras untuk sekedar mencari makan, dan berbagai ujian lainnya yang selayaknya dijalani dengan sabar, lebih baik lagi jika bisa ridho dengan segala ketetapan Allah Ta’ala, baik yang disenangi ataupun yang pada asalnya tidak disenangi oleh manusia.

Alhamdulillah berkesempatan menulis blog pertama, tentu atas izin Allah subhanahu wa ta’ala, serta dengan dorongan dan dukungan seorang ayah – semoga Allah menjaga beliau -, semangat untuk menulis kembali tumbuh, setelah sekian lama halaman instagram pribadi @assaify_zn tidak dihiasi dengan buah karya dan pemikiran sederhana karena kondisi yang belum memungkinkan.

Sebagai seorang penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) dan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD), sejak kecil dikenal cerdas dan kreatif, namun sulit berbaur dengan teman sebaya,  perilaku yang agak berbeda dengan siswa pada umumnya, dan hal lain yang berbeda dengan seorang anak seusianya. Saat itu belum menjadi kekhawatiran dan bahkan tidak dianggap sebagai masalah yang memerlukan perhatian khusus , termasuk oleh kedua orang tua, guru dan pihak sekolah karena prestasi di sekolah selalu di atas rata-rata. Alhamdulillah, setelah menjalani serangkaian observasi yang cukup panjang oleh beberapa  profesional sejak duduk di kelas 9, kemudian lebih intensif saat menjadi mahasiswa S1 di Teknik Fisika ITS Surabaya, diagnosis telah ditegakkan oleh seorang psikiater di Kota Surabaya. Serangkaian terapi terkait kondisi neurodevelopmental juga telah dijalani, alhamdulillah telah Allah tetapkan untuk terdiagnosis di usia 22 tahun.

Jika pembaca belum tahu apa itu ASD dan ADHD, disarankan untuk mencari-tahu terlebih dahulu pada web terpercaya, agar pembahasan tidak melebar dan fokus pada topik dan pengalaman yang dibahas. Disclaimer ya, yang akan dibahas ini adalah pengalaman pribadi. Setiap individu autistik dan ADHD lainnya dapat mengalami hal yang sama atau berbeda, karena autisme dan ADHD merupakan spektrum yang keragaman sifatnya sangat tinggi. Pengalaman ini juga bukan tools untuk melakukan self-diagnose, meskipun di kalangan komunitas penyandang autisme dan ADHD sendiri terjadi pro kontra mengenai apa itu self-diagnose dan bagaimana menyikapinya. Namun keputusan sepenuhnya diserahkan kepada para pembaca, semoga keputusan tersebut diambil dengan baik dan tetap saling menghargai satu sama lainnya, ya.

Masa Awal Puasa

Awal puasa mengalami situasi yang sangat menantang, karena terjadi penyesuaian dosis obat ADHD dari yang sebelumnya dikonsumsi pagi dan siang hari menjadi sekali saat sahur saja. Rasa kantuk yang lebih intens tidak seperti biasa, rasa lapar yang biasanya dapat diatasi dengan mudah, terlebih rasa haus yang sangat, karena paling tidak bisa menahan haus saat tidak berpuasa. Sensitifitas terhadap perubahan rangsangan indera interoception menyebabkan agak kesulitan menjalani awal puasa, kesulitan menonton video materi perkuliahan, kesulitan mempelajari skill lainnya di luar kelas serta kesulitan-kesulitan aktifitas lainnya.  

Tingkat energi rasanya juga menurun drastis. Mudah sekali kelelahan di masa ini, karena mungkin terjadi perubahan sumber energi dari gula menjadi lemak, yang merupakan hal yang tidak dapat terjadi begitu saja secara instan. Kegiatan stimming berupa pengulangan kata atau kalimat, gerak tubuh berulang seperti membuat badan condong ke depan dan ke belakang, gerakan telapak tangan mendekati flapping menjadi sangat melelahkan. Padahal, aktivitas stimming yang sehat – selama tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain – adalah salah satu cara untuk meregulasi emosi para penyandang autisme atau ADHD.

Berbeda dengan Keadaan Ramadhan di Masa Kecil

Mulai berpuasa penuh ketika usia 8 tahun, Alhamdulillah, Allah Ta’ala memberikan rasa semangat untuk mengisi Ramadhan dengan aktivitas yang bermanfaat, seperti membaca buku dan lainnya. Aktivitas bermanfaat tersebut sangat menyenangkan hingga waktu terasa berlalu sangat cepat. Sangat berbeda dengan Ramadhan ketika telah masuk fase dewasa muda, di saat muncul rasa tanggung jawab untuk segera menyelesaikan kuliah sudah dipikirkan, dunia kerja sudah dibayangkan serasa dekatnya. Berkesempatan kembali memulai kuliah S1 di Program Studi Teknologi Informasi, International Open University di usia 23 tahun, di saat teman sebaya rata-rata telah melepaskan status mahasiswa S1 dan mendapatkan gelar sarjana. Semoga ini menjadi tambahan semangat meraih dan mewujudkan cita-cita, semoga Allah mudahkan semua urusan.

Sempat muncul perasaan, merasa tertinggal dari teman seperjuangan lekat dalam pikiran, sehingga menambah kesulitan untuk menjalani ibadah di Ramadhan 1445 H dengan tenang dan berupaya merasakan nikmatnya. Tentu hal seperti ini sudah tidak asing lagi bagi penyandang autisme, ADHD, ataupun penyintas gangguan mental yang menyebabkan sulit beraktivitas seperti depresi dan kecemasan.

Support dari Orang Tua

Bersyukur memiliki orang tua yang cukup memahami kondisi ini, meskipun masih diperlukan belajar dan mengenal lebih dalam mengenai ASD dan ADHD. Memang terkadang masih terdapat sedikit kesalah-pahaman, karena perbedaan cara berkomunikasi antar penyandang ASD-ADHD dan orang tipikal, namun alhamdulillah secara umum mendapatkan support yang cukup baik dari orang tua.

Diskusi dua arah adalah hal yang biasa dilakukan bersama orang tua, baik secara langsung maupun video call, yang atas izin Allah menjadi modal dan penguat untuk kembali bersemangat melanjutkan kuliah daring dan mulai mewujudkan banyak keinginan yang bersemayam lama dalam pikiran dan diwujudkan menjadi karya nyata, salah satunya adalah situs blog ini. Dorongan dan dukungan dari seorang ayah untuk segera memulai menulis di blog pada Ramadhan 1445 H / 2024 M ini. Ke depan semoga situs blog ini akan terus ter-update dengan karya, pemikiran dan sharing pengalaman yang insya Allah dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Sekian dulu tulisan singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan mohon maaf atas segala kekurangan.

Wassalamu alaikum warahmatullahi warabarakatuh

3 thoughts on “Pengalaman Berpuasa dengan Kondisi Autisme dan ADHD”

  1. Terus berjuang mengenali diri, jalankan aktivitas dg ritme yg sesuai dan cara yg nyaman….raih cita² dengan memulai aktivitas positif sekecil apapun, lakukan secara konsisten….semoga Allah mudahkan semua urusan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top